Oleh : Alif Babuju
Perkembangan situs jejaring sosial seperti MySpace, Friendster, Hi5, facebook, twitter, Linked In, FUPEI, bebo, orkut, Yahoo! Meme, koprol, tumblr, plurk, WhatsAAp
dan lain-lain sebagai perwujudan dari perkembangan tekhnologi merupakan
fakta yang kiranya tidak dapat dipungkiri telah banyak menggiring
manusia untuk berkecimpung didalamnya. Bre Redana, membagi perkembangan
peradaban manusia kedalam lima fase. Pertama, fase homo sapiens, kedua, fase agrikultural, ketiga, fase Industri, keempat, fase informasi dan yang terakhir, kelima, fase
jaringan web. Diera peradaban jaringan web dimana kita hidup sekarang
ini merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditolak dan mau atau tidak
kita juga mesti berperan untuk memanfaatkannya. Persoalan dampak positif
dan negatifnya tergantung pada etika pemanfaatan.
Situs
jejaring sosial yang paling banyak diminati akhir-akhir ini adalah
facebook. Situs yang diluncurkan oleh mahasiswa ilmu komputer
Universitas Harvad, Mark Zukerberk, pada tahun 2004 lalu ini, telah
banyak menyedot pengguna baik dari kalangan masyarakat menengah,
masyarakat awam, orangtua, remaja dan anak-anak dari berbagai penjuru
dunia, karena selain memiliki tampilan yang simple, juga mudah untuk
dioperasikan.
Pemanfaatan facebook dari berbagai kalangan
yang berbeda tentunya bervariasi. Dari kalangan masyarakat
menengah(Kaum Terpelajar) cenderung memanfaatkannya sebagai medium
untuk menyalurkan Informasi, Ilmu Pengetahuan, bisnis, politik serta
hal-hal lain yang tentunya bermanfaat, meski kerap juga ditemukan
pengguna dari kalangan dimaksud yang menyalah gunakan jejaring sosial
ini. Sedang dari kalangan remaja dan anak-anak kerap menjadikan
facebook sebagai wahana untuk curhat dan menceritakan tentang hingar
bingar kehidupan remaja seperti percintaan, persahabatan, permusuhan
dan lain sebagainya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk
menganalisis perilaku pengguna sosial media(facebook) dari berbagai
kalangan. Penulis lebih tertarik terhadap hiruk pikuk dunia maya dan
korelasinya dengan dunia nyata. Hal ini lebih dikhususnya kepada para
pengguna facebook yang cenderung menampilkan diri sebagai tokoh
intelektual teladan atau aktor idealis melalui status atau postingannya.
Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa yakin dengan apa
yang ditampilkan atau kesan yang di disuntikan dari status pemilik
account tersebut mewakili kepribadiannnya atau kondisi di dunia nyata?
Menurut penulis, itu bisa jadi hanya bentuk pencitraan untuk
mempengaruhi persuasi publik atau merupakan topeng(Kamuflase) . Sebab
tidak ada yang menjamin bahwa apa yang dinampakkan melalui status atau
postingan sama persis dengan apa yang sesungguhnya. Kita cenderung
terpengaruh dengan status yang diposting lalu mengambil kesimpulan
untuk meyakini sepenuhnya sama. Sikap dan penilaian yang demikian tidak
bijak karena bersifat eksterior(Kulit Luar). Penulis lebih sepakat jika
kita meyakini status atau postingan yang tidak etis. Hal ini lebih
obyektif karena benar-benar konsisten mempublikasikan watak/sifat
buruknya. Ini mungkin persepsi penulis saja berdasarkan pengalaman
pribadi. Banyak aktor pengguna sosial media(facebook) demikian yang
juga turut mempengaruhi keyakinan penulis dan juga berdasarkan pengakuan
teman-teman facebookers lainnya. Ide untuk menyusun tulisan inipun
berawal dari curhat beberapa teman facebook . Untuk menilai hal ini,
penulis menelusuri inbooks beberapa pengguna facebook dimaksud dengan
teman-teman facebook penulis, untuk dijadikan contoh. Penulispun punya
bukti dalam hal ini. Ada beberapa file inbooks hasil saling inboooks
dari beberapa account aktor yang sering tampilkan pribadi ideal melalui
status dan postingannya dengan teman penulis yang penulis miliki serta
sudah penulis jadikan photo, yang pada kenyataannya berbeda dengan
kepribadian yang sering dimunculkan dalam status atau postingan.
Awalnya dalam inbooks bahasa yang digunakan tergolong bijak. Tapi,
lama-lama menjurus ke hal tidak etis dan asas pemanfaatan. Namun untuk
menjaga resistensitasnya penulis tidak memposting photo-photo di maksud.
Menyikapi
hal ini dibutuhkan pendekatan dalam mengkonsumsi status atau
postingan sosial media. Sebab apa yang ditampilkan belum tentu sesuai
dengan kondisi realitas. Hal ini kerap dijadikan alat untuk
mempengaruhi persuasi pengguna sosmed lainnya sebagai medium pencitraan
dan modus pemanfaatan.
Ada pendekatan yang menurut
penulis bisa dijadikan acuan dalam hal ini. Sebenarnya ini
pendekatan(metode) yang digunakan untuk menganalisis wacana media.
Tapi, tidak salah jika digunakan juga untuk menganalisis informasi,
status atau postingan dalam sosial media, karena sama merupakan media
publik. Pendekatan yang penulis maksud adalah Paradigma Kritis.
Dari
beberapa literature tentang analisis media yang penulis konsumsi,
Paradigma Kritis bersumber dari sekolah Frankfurt. Dari sekolah
Frangkrut ini lahirlah pemikiran yang dikenal dengan aliran kritis.
Terbentuknya aliran kritis merupakan reaksi terhadap propaganda
besar-besaran Hitler di Jerman yang menjadikan media sebagai alat untuk
mengobarkan semangat perang. Media kala itu dipenuhi oleh prasangka,
retorika dan propaganda. Salah satu fakta yang ditemukan dalam paradigma
kritis adalah berita tidak mungkin merupakan cermin atau refleksi,
karena berita yang terbentuk hanya cerminan dari kepentingan kekuatan
yang dominan. Proses pemberitaan menggunakan landasan ideologis dan
menyampingkan landasan etis.
Ada beberapa poin penting
yang menjadi fokus paradigma kritis menurut penulis yang bisa
disimplikasikan dalam hal analisis sosial media.
1. Fakta
Bagi
kaum kritis, realitas merupakan kenyataan penuh yang terbentuk oleh
proses kekuatan sosial, Politik dan ekonomi. Oleh karena itu,
mengharapkan realitas apa adanya tidak mungkin, karena sudah tercelup
oleh ekonomi dan politik yang dominan.
Dari penjelasan diatas
tentunya yang perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi status/postingan di
sosial media adalah fakta. Setidaknya pertanyaan kritisnya dalam hal
ini adalah, apakah benar status/postingan dalam bentuk apapun oleh
pengguna facebook sudah sesuai dengan fakta/realitas? Terkhusus untuk
pribadi pengguna facebook yang dimunculkan di jejaring sosial apakah
mewakili kepribadian yang sesungguhnya?
2. Posisi Media
Paradigma kritis melihat media bukan hanya alat bagi kelompok dominan, tetapi memproduksi ideology dominan.
Menurut
penulis dalam menganalisis hiruk-pikuk sosial media posisi media harus
juga diperhatikan. Facebook memang merupakan account pribadi
penggunanya. Tapi, setidaknya kita harus telusuri posisi account
berpihak pada siapa dan ideologi yang ia anut apa? Mungkin saja
ideologinya semata asas pemanfaatan untuk meraup keuntungan kelompok
atau pribadi.
3.Posisi Wartawan
Paradigma
kritis memandang wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa
yang dia lihat. Dalam hal ini wartawan membentuk realitas sesuai dengan
kepentingan kelompoknya.
Hubungannya dengan analisis
status/postingan di media sosial facebook pandangan ini bisa direduksi
untuk menganalisis posisi dan fungsi pengguna facebook. Tidak menutup
kemungkinan apa yang ditampilkan di jejaring sosial(facebook) sesuai
dengan apa adanya. Bisa jadi itu hanya sebentuk pencitraan atau
topeng(kamuflase) untuk mempengaruhi pengguna facebook lainnya.
4.Hasil Liputan
Menurut
pandangan kritis, bahasa selalu memapankan kelompok dominan dan
menggusur kelompok yang tidak dominan. Bahasa adalah instrument utama
untuk memarjinalkan kelompok lain dan mengeluarkan mereka dari
pembicaraan.
Nah, bahasa yang digunakan dalam sosial media menurut
penulis jangan sampai menghipnotis kita. Bahasa cenderung digunakan
oleh pengguna facebook untuk menampilkan dirinya alih-alih sebagai aktor
teladan, ustadz, dermawan dan lain sebagainya. Karena banyak diantara
kita yang berkecimpung di facebook terpengaruh dengan bahasa dalam
status/ postingan, kemudian tergesa-gesa mengambil kesimpulan untuk
diyakini kebenarannya.
Demikianlah pendekatan yang
setidaknya bisa kita kaitkan atau kita jadikan acuan dalam mengkonsumsi
status/postingan didunia maya. Kita tidak semestinya mengikuti aliran
positivistik(lawan dari paradigm kritis) yang melihat proses komunikasi
mengarah pada terciptanya konsensus dan kesamaan arti.
Semoga
tulisan ini bermanfaan sehingga kita tidak menjadi korban selanjutnya
yang dipengaruhi oleh hiruk pikuk dunia maya yang bersifat
eksterior(kulit luar). Sudah banyak korban yang tertipu oleh modus
operandi yang ditampilkan didunia tak nyata ini. Harapan penulis, kepada
pengguna jejaring sosial(facebook) agar tidak menjadikan status atau
postingan sebagai topeng(kamuflase) untuk mempengaruhi dan memanfaatkan
pengguna facebook lainnya. Mempengaruhi tentunya merupakan hal yang
wajar jika orientasinya ke hal pencerahan serta sesuai dengan realitas.
Obyektifitas diri itu penting dinampakkan karena akan sangat sakit
kemudian ketika pribadi kita yang sesungguhnya terungkap di dunia
nyata.Wallahualam…!