Sabtu, 07 Februari 2015

PRIBADI DUNIA MAYA, KAMUFLASE & EKSTERIOR ?

Oleh : Alif Babuju





Perkembangan situs jejaring sosial seperti MySpace, Friendster, Hi5, facebook, twitter, Linked In, FUPEI, bebo, orkut, Yahoo! Meme, koprol, tumblr, plurk, WhatsAAp dan lain-lain sebagai perwujudan dari perkembangan tekhnologi merupakan fakta yang kiranya tidak dapat dipungkiri telah banyak menggiring manusia untuk berkecimpung didalamnya. Bre Redana, membagi  perkembangan peradaban manusia kedalam lima fase. Pertama, fase homo sapiens, kedua, fase agrikultural, ketiga, fase Industri, keempat, fase informasi dan yang terakhir, kelima, fase jaringan web. Diera peradaban jaringan web dimana kita hidup sekarang ini merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditolak dan mau atau tidak kita juga mesti berperan untuk memanfaatkannya. Persoalan dampak positif dan negatifnya tergantung pada etika pemanfaatan.

Situs jejaring sosial yang paling banyak diminati akhir-akhir ini adalah facebook. Situs yang diluncurkan oleh mahasiswa ilmu komputer Universitas Harvad, Mark Zukerberk, pada tahun 2004 lalu ini, telah banyak menyedot pengguna baik dari kalangan masyarakat menengah, masyarakat awam, orangtua, remaja dan anak-anak dari berbagai penjuru dunia, karena selain memiliki tampilan yang simple,  juga mudah untuk dioperasikan.

Pemanfaatan facebook dari berbagai kalangan yang berbeda tentunya bervariasi. Dari kalangan masyarakat menengah(Kaum Terpelajar) cenderung memanfaatkannya sebagai medium untuk menyalurkan Informasi, Ilmu Pengetahuan, bisnis, politik serta hal-hal lain yang tentunya bermanfaat, meski kerap juga ditemukan pengguna dari kalangan dimaksud yang menyalah gunakan jejaring sosial ini. Sedang dari kalangan remaja dan anak-anak kerap menjadikan facebook sebagai wahana untuk curhat dan menceritakan tentang hingar bingar kehidupan remaja seperti percintaan, persahabatan, permusuhan dan lain sebagainya.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menganalisis perilaku pengguna sosial media(facebook) dari berbagai kalangan. Penulis lebih tertarik terhadap hiruk pikuk dunia maya dan korelasinya dengan dunia nyata. Hal ini lebih dikhususnya kepada para pengguna facebook yang cenderung menampilkan diri sebagai tokoh intelektual teladan atau aktor idealis melalui status atau postingannya. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa yakin dengan apa yang ditampilkan atau kesan yang di disuntikan dari status pemilik account tersebut mewakili kepribadiannnya atau kondisi di dunia nyata? Menurut penulis, itu bisa jadi hanya bentuk pencitraan untuk mempengaruhi persuasi publik atau merupakan topeng(Kamuflase) . Sebab tidak ada yang menjamin bahwa apa yang dinampakkan melalui status atau postingan sama persis dengan apa yang sesungguhnya. Kita cenderung terpengaruh dengan  status yang diposting lalu mengambil kesimpulan untuk meyakini sepenuhnya sama. Sikap dan penilaian yang demikian tidak bijak karena bersifat eksterior(Kulit Luar). Penulis lebih sepakat jika kita meyakini status atau postingan yang tidak etis. Hal ini lebih obyektif karena benar-benar konsisten  mempublikasikan watak/sifat buruknya. Ini mungkin persepsi penulis saja berdasarkan pengalaman pribadi. Banyak aktor  pengguna sosial media(facebook) demikian yang juga turut mempengaruhi keyakinan penulis dan juga berdasarkan pengakuan teman-teman facebookers lainnya. Ide untuk menyusun tulisan inipun berawal dari curhat beberapa teman facebook .  Untuk menilai hal ini, penulis menelusuri  inbooks beberapa pengguna facebook dimaksud dengan teman-teman facebook penulis, untuk dijadikan contoh.  Penulispun punya bukti dalam hal ini. Ada beberapa file inbooks  hasil saling inboooks dari beberapa account aktor yang sering tampilkan pribadi ideal melalui status dan postingannya dengan teman penulis yang penulis miliki serta sudah penulis jadikan photo, yang pada kenyataannya berbeda dengan  kepribadian yang sering dimunculkan dalam status atau postingan. Awalnya dalam inbooks bahasa yang digunakan tergolong bijak. Tapi, lama-lama menjurus ke hal tidak etis dan asas pemanfaatan. Namun untuk menjaga resistensitasnya penulis tidak memposting photo-photo di maksud.

Menyikapi hal ini dibutuhkan pendekatan  dalam mengkonsumsi status atau postingan sosial media. Sebab apa yang ditampilkan belum tentu sesuai dengan kondisi realitas. Hal ini kerap dijadikan alat untuk mempengaruhi persuasi pengguna sosmed lainnya sebagai medium pencitraan dan modus pemanfaatan.

Ada  pendekatan yang menurut penulis bisa dijadikan acuan dalam hal ini. Sebenarnya ini pendekatan(metode) yang digunakan untuk menganalisis wacana media. Tapi, tidak salah jika digunakan juga untuk menganalisis informasi, status atau postingan dalam sosial media, karena sama merupakan media publik. Pendekatan yang penulis maksud adalah Paradigma Kritis.

Dari beberapa literature tentang  analisis media yang penulis konsumsi, Paradigma Kritis bersumber dari sekolah Frankfurt. Dari sekolah Frangkrut ini lahirlah pemikiran yang dikenal dengan aliran kritis. Terbentuknya aliran kritis merupakan reaksi terhadap propaganda besar-besaran Hitler di Jerman yang menjadikan media sebagai alat untuk mengobarkan semangat perang. Media kala itu dipenuhi oleh prasangka, retorika dan propaganda. Salah satu fakta yang ditemukan dalam paradigma kritis adalah berita tidak mungkin merupakan cermin atau refleksi, karena berita yang terbentuk hanya cerminan dari kepentingan kekuatan yang dominan. Proses pemberitaan menggunakan landasan ideologis dan menyampingkan landasan etis.

Ada beberapa poin penting yang menjadi fokus paradigma kritis menurut penulis yang bisa disimplikasikan dalam hal analisis sosial media.

1. Fakta

Bagi kaum kritis, realitas merupakan kenyataan penuh yang terbentuk oleh proses kekuatan sosial, Politik dan ekonomi. Oleh karena itu,  mengharapkan realitas apa adanya tidak mungkin, karena sudah tercelup oleh ekonomi dan politik yang dominan.
Dari penjelasan diatas tentunya yang perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi status/postingan  di sosial media adalah fakta. Setidaknya pertanyaan kritisnya dalam hal ini adalah, apakah benar status/postingan dalam bentuk apapun oleh pengguna facebook sudah sesuai dengan fakta/realitas? Terkhusus untuk pribadi pengguna facebook yang dimunculkan di jejaring sosial apakah mewakili kepribadian yang sesungguhnya?

2. Posisi Media

Paradigma kritis melihat media bukan hanya alat bagi kelompok dominan, tetapi memproduksi ideology dominan.
Menurut penulis dalam menganalisis hiruk-pikuk sosial media posisi media harus juga diperhatikan. Facebook memang merupakan account pribadi penggunanya. Tapi, setidaknya kita harus telusuri posisi account berpihak pada siapa dan ideologi yang ia anut apa? Mungkin saja ideologinya semata  asas pemanfaatan untuk meraup keuntungan kelompok atau pribadi.

3.Posisi Wartawan

Paradigma kritis memandang wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dia lihat. Dalam hal ini wartawan membentuk realitas sesuai dengan kepentingan kelompoknya.
Hubungannya dengan analisis status/postingan di media sosial facebook pandangan ini bisa direduksi untuk menganalisis posisi dan fungsi pengguna facebook. Tidak menutup kemungkinan apa yang ditampilkan di jejaring sosial(facebook) sesuai dengan apa adanya. Bisa jadi itu hanya sebentuk pencitraan atau topeng(kamuflase) untuk mempengaruhi pengguna facebook lainnya.

4.Hasil Liputan

Menurut pandangan kritis,  bahasa selalu memapankan kelompok dominan dan menggusur kelompok yang tidak dominan. Bahasa adalah instrument utama untuk memarjinalkan kelompok lain dan mengeluarkan mereka dari pembicaraan.
Nah, bahasa yang digunakan dalam sosial media menurut penulis jangan sampai menghipnotis kita. Bahasa cenderung digunakan oleh pengguna facebook untuk menampilkan dirinya alih-alih sebagai aktor teladan, ustadz, dermawan dan lain sebagainya. Karena banyak diantara kita yang berkecimpung di facebook terpengaruh dengan bahasa dalam status/ postingan, kemudian tergesa-gesa mengambil kesimpulan untuk diyakini kebenarannya.

Demikianlah pendekatan yang setidaknya bisa kita kaitkan atau kita jadikan acuan dalam mengkonsumsi status/postingan didunia maya. Kita tidak semestinya mengikuti aliran positivistik(lawan dari paradigm kritis) yang melihat proses komunikasi mengarah pada terciptanya konsensus dan kesamaan arti.

Semoga tulisan ini bermanfaan sehingga kita tidak menjadi korban selanjutnya yang dipengaruhi oleh hiruk pikuk dunia maya yang bersifat eksterior(kulit luar). Sudah banyak korban yang tertipu oleh modus operandi yang ditampilkan didunia tak nyata ini. Harapan penulis, kepada pengguna jejaring sosial(facebook) agar tidak menjadikan status atau postingan sebagai topeng(kamuflase) untuk  mempengaruhi dan memanfaatkan pengguna facebook lainnya. Mempengaruhi tentunya merupakan hal yang wajar jika orientasinya ke hal pencerahan serta sesuai dengan realitas. Obyektifitas diri itu penting dinampakkan karena akan sangat sakit kemudian ketika pribadi kita yang sesungguhnya terungkap di dunia nyata.Wallahualam…!
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik & Saran konstruktif Pembaca sangat Kami harapkan