Senin, 05 Januari 2015

Menyongsong KEGAGALAN Peringatan “Dua Abad Tambora Menyapa Dunia” 2015 (Bag II)



Ulasan bagian pertama kemarin (Klik dan Baca: http://hmi-lotim.blogspot.com/2015/01/menyongsong-kegagalan-peringatan-dua.html) dalam catatan yang saya posting mendapat komentar yang beragam, demikian juga beberapa Inbox yang masuk tentang ‘Kegagalan’ yang dimaksud. Hari ini saya mencoba mengetengahkan indicator Kegagalan tersebut bila saja kondisi seperti hari ini kian terus berlangsung hingga sebulan sebelum pelaksanaan. Atau semangat mensukseskan Event ini dibawah 40 porsen.

Peringatan “Dua Abad Tambora Meletus” semestinya menjadi ‘pintu’ masuk bagi pencitraan postif Bima dan Dompu dimata Nasional, bahkan dunia sekalipun. Hanya orang yang pesimis dan ‘gagal paham’ saja yang menganggap serangkaian kegiatan ‘Tambora Menyapa Dunia’ sebagai peringatan ‘Dua Abad Tambora Meletus” sebagai kegiatan seremonial dan menghambur-hamburkan uang.

Penulis bukanlah Budayawan ataupun Sejarahwan yang menilai bahwa meletusnya Tambora masuk  ke dalam deretan 100 Bencana terdahsyat dunia, atau masuk dalam 10 Peristiwa mematikan di Indonesia. Penulis hanya melihat sisi potensi yang tak dilirik dan tak disentuh sebagai sebuah peluang ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah Tambora. Minimal ‘Tambora’ yang menjadi momok bagi aparat pemerintah Kabupaten Bima selama ini atau menjadi kecamatan tertinggal bagi kabupaten Dompu hari ini, menjadi lebih baik kedepannya, semakin menjadi 'surga' bagi banyak orang yang inginkan ketenangan.

Peringatan “Dua Abad Tambora” yang digaungkan oleh pemerintah Propinsi NTB saat ini, tidak singkron dengan semangat Pemerintah Daerah dalam mensukseskan kegiatan yang ‘dibandrol’ dengan target kunjungan 2 juta wisatawan domestic maupun mancanegara tersebut. Lihat saja, rencana kegiatan yang dirancang untuk menjadi Draft Rundown acara berjumlah 17 item kegiatan. Antara lain berbagai kegiatan yang kurang menarik dalam event ini adalah Festival surfing/lomba volly pantai di lakey dan Lomba lari maraton/lari 10k. Sudah sejauh itukah kita kehilangan ide dalam merancang sebuah kegiatan?

Maksud Penulis, Kegiatan Festival Surfing serta Volly pantai itu sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan Tambora itu sendiri. Selain persoalan keterkaitan, antara Tambora dengan Lakey itu jauhnya sekitar 3 Jam berdasarkan jalur Hotmix saat ini. Kecuali, memang hal ini adalah item bargaining pemerintah kabupaten Dompu ‘numpang’ moment. Lalu bagimana dengan Lari Marathon 10 km, apa yang mau ditunjukin..?

Kenapa bukan kegiatan kunjungan ke Situs Penggalian Perkampungan Tambora yang terkubur, misalnya. Atau Pemerintah malu, karena jalannya masih tak karuan dan belum disentuh dengan perbaikan yang memadai? Atau Malam Pentas Teater Kolosal tentang Tambora yang diangkat dari cerita rakyat? Atau Pameran Potensi Dana Mbojo? Jika dilihat dari Draft Rundown acara, kesannya memang ‘buang uang’ yang artinya, menghabiskan anggaran tanpa berdampak terhadap kesejahteraan rakyat lingkar Tambora secara tidak langsung.

Melihat berbagai kesiapan yang ada, hanya Pemerintah Kabupaten Dompu yang sudah melakukan berbagai rapat persiapan atas rencana kegiatan Dua Abad Tambora ini. Sedangkan pemerintah Kabupaten Bima, nampaknya tidak terlalu peduli. Mungkin ini karena anggaran yang dialokasikan terbatas dan sangat minim, sehingga sebagian besar pejabat kita tidak ‘doyan’ menyiapkan kegiatan dengan skala Internasional ini. lebih-lebih hiruk pikuk kegiatan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pemerintah Kabupaten Bima yang ogah-ogahan dibawah 'Nakhoda' Drs Syarifuddin.

Setahun dan dua tahun yang lalu, pemerintah kabupaten Bima dari berbagai pemangku kepentingan yang ada, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Perkebunan, Dinas kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga, begitu gesitnya mendorong masyarakat untuk menyogsong Pelaksanaan Dua Abad Tambora ini dengan bangga. lobby sana, Lobby sini, (anggaran), namun setelah diketahui, besaran anggaran yang dialokasikan, semua pihak nampaknya menyingkir satu persatu dan mengalihkan dengan berbagai alasan kondisi dan keadaan lain. Tapi, ya sudahlah, hal ini sudah biasa menjangkiti mental Birokrasi Kita… tidak perlu dan tidak penting juga kita perdebatkan.

Tentu hari ini, masyarakat kita (Dana Mbojo) menunggu (kembali) semangat sebagian dari aparat pemerintah yang sebelumnya ini memang sudah semangat atau kadung semangat? Masyarakat kita menunggu apa yang mesti disiapkan untuk dilakukan. Masyarakat Tambora sendiri sesungguhnya sedang bingung saat ini tentang kegiatan peringatan ini, jadi apa tidak. Sebab, gaungnya saja mulai pudar. Gerakan yang selama ini menjadi tumpuan semangat mulai redup dan hilang ditengah jalan.

Masyarakat kita saat ini tidak semuanya ‘Tiba masa tiba akal’ karena keterbatasan segala sesuatunya. Sehingga perlu gambaran apa saja yang harus segera disiapkan sejak awal. Apa lagi nanti akan ada Kemah Budaya sebanyak 10.000 Siswa se Pulau Sumbawa. Ada juga Pawai Budaya 10.000 rimpu, demikian juga dengan rencana kegiatan Festival Kopi Tambora.

Untuk Festival Kopi Tambora ini, Pemerintah Kabupaten Bima dan Dompu sudah melakukannya lebih dari 4 tahun terakhir. Namun kesannya selalu ‘seremonial’, tidak pernah menjadi ‘magnet’ tersendiri untuk para wisatawan maupun warga masyarakat lain layaknya ‘Festival Moyo’ di Sumbawa atau Festival Gendang Belek yang ada di Lombok. Pertanyaan saya, apakah anda yang membaca ini pernah mendengar adanya Festival Kopi Tambora yang ternyata sudah berlangsung selama 4 tahun terakhir ?? bayangkan Setiap kali Festival Kopi Tambora diadakan, Pemerintah daerah menghabiskan dana 100 – 200 juta rupiah, dan tanpa efek positif pengembangan kreatifitas dan kesejahteraan masyarakat sekitar itu.

Tapi mungkin pikiran dan gagasan kita yang ‘freedom’ beda dengan pikiran kawan-kawan kita yang lain yang terkungkung dalam sistim dan pola yang ter-koridor dalam kebiasaan yang ada. Tetapi apapun itu, mari kita nantikan perhelatan Dua Abad Tambora ini dengan Kreatifitas yang memiliki nilai jual atau dengan ‘gigit jari’ sebagai penonton yang memenuhi gelanggang saja.

===========
Kota Bima. Diambang Sore menanti lembayung senja, 4 Januari 2015

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik & Saran konstruktif Pembaca sangat Kami harapkan