(Membantah Pernyatan POLRI, Bahwa Nurdin Ditembak Karena Melawan Saat Akan Ditangkap)
Oleh : Rangga Babuju
Terorisme dan Gerakan Penumpasannya oleh Densus (Detasemen Khusus) 88 MABES POLRI menjadi pembicaraan hangat ditengah masyarakat setiap ada gerakan Penangkapan. Demikian yang terjadi di Bima beberapa tahun terakhir. Hampir seminggu, pembicaraan Penangkapan Dahlan, Guru IPA, MAN I Kota Bima, Terduga (Versi POLRI) Teroris asal Gilipanda – Kota Bima, beberapa tahun lalu. Demikian pula saat Penangkapan Drg Yuniardi sepulang dari Sholat Jumat tahun 2012 yang lalu. Lebih-lebih stigma untuk Warga Penatoi dengan beberapa penangkapan 4 tahun terakhir.
Awal Tahun 2013 yang lalu, Kehebohan Dana Mbojo terkait
Terorisme kembali terjadi setelah adanya penangkapan 7 orang Terduga
Teroris, 4 diantaranya ditembak mati. 1 orang ditembak di Madapangga
saat berada diatas Motornya untuk membawa Roti pesanan di Kab Dompu.
Sedangkan 3 orang lainnya ditembak Mati di Ginte kab Dompu. Lalu
kemudian, tak kalah heboh dengan proses penangkapan Ustazd Iskandar,
penjual Bakso dan rujak di Penatoi beberapa bulan lalu.
Kini,
Kasus Penangkapan Terduga Teroris di Bima dan Dompu kembali terjadi,
kemarin pada hari sabtu (20/9/2014). Empat orang Terduga Teroris
ditangkap, 1 orang diantaranya ditembak mati saat sedang sujud raka’at
ke tiga sholat Ashar dirumah Orang tuanya. Nurdin Alias Deo alias Si
Kecil (23 thn) ditembak mati oleh Densus 88 Mabes Polri, sekitar pukul
16.00 Wita. Istri Nurdin, yang tidak ingin disebutkan namanya
menjalaskan bahwa, saat suaminya masuk rumah, Istrinya sedang merapikan
pakaian didalam kamar sempit yang luasnya hanya 3 x 4 meter. Kamar
tersebut didalamnya memiliki lemari, meja dan tempat tidur.
“Abi
menyuruh saya keluar dari kamar karena ingin Sholat, karena kamar kami
sempit. Sekitar 1 menit lebih sedikit berada dikamar tamu, masuk 5 orang
berpakaian preman tetapi bersenjata lengkap dan menutup muka seperti
ninja. Saya diminta keluar dengan tanpa boleh bersuara dan saya diantar
keluar oleh salah seorang diantara mereka” Kisahnya. Masih menurutnya,
tidak sampai 2 menit kemudian, terdengar 2 kali letusan senjata, Lalu
sunyi. Beberapa anggota Densus 88 membawanya keluar tetapi sudah
terbungkus kantung mayat.
Menurut Istrinya, bahwa suaminya
tersebut (Alm Nurdin), bila diperkirakan dari waktu Nurdin menyuruh
istrinya keluar hingga terdengar letusan senjata, sekitar 3 menitan itu,
diperkirakan, Suaminya sedang masuk pada rakaat ketiga. “Biasanya
dengan interval waktu demikian, suami saya sedang masuk pada rakaat ke
tiga. Hal ini saya berani katakan karena sudah hampir 4 tahun kami
menikah, dan saya tau betul, lama dan khusu’ nya Sholat beliau”
Jelasnya.
Beberapa keterangan dan bukti dilapangan yang
saya dapatkan dari berbagai pemberitaan cetak dan online menjelaskan
bahwa Nurdin ditembak pada saat Sujud Rakaat ketiga sholat ashar. Hal
ini didukung oleh rekahan peluru dari leher bagian belakang tembus ke
kepala. Sehingga, Pernyataan Karo Humas Mabes Polri, Boy Rafly bahwa
Nurdin ditembak karena ingin melempar Bom ke aparat yang datang
menangkap adalah Tidak benar atau sangat manipulatif. Disamping itu,
Seorang yang betul-betul mendalami Ke-Islaman seperti Nurdin, tidak akan
bergeming sedikitpun apabila sedang menunaikan Sholat, meski sekalipun
gempa atau ada musuh yang datang menyerang. Sehingga tak jelas alasan
pihak Polri yang menyatakan bahwa Nurdin ditembak karena melawan dan
atau karena mau melempar Bom kearah aparat. Apalagi luas kamar tidak
akan mungkin melakukan aksi perlawanan, lebih-lebih yang mau dilawan
adalah aparat bersenjata lengkap dan mematikan.
Saya pun
mencoba memastikan kondisi dan luas kamar yang menjadi TKP (Tempat
Kejadian Perkara) melalui foto yang diambil oleh anggota yang ada
dilokasi. Dari foto tersebut, Nampak bercak darah yang ada di dinding
pintu kamar dan lantai didalam kamar. Demikian pula luas kamar yang
memang tidak begitu bisa bergerak untuk melakukan perlawanan yang
signifikan.
Pihak keluarga Almarhum Nurdin melalui
Istrinya dan H. Kamaruddin menyatakan bahwa Pihak Keluarga sudah ikhlas
dan merelakan kepergian Nurdin. Hanya saja, pihak Kepolisian mesti
meluruskan bahwa faktanya Nurdin ditembak tidak dalam keadaan akan
melawan, sedang melawan lebih-lebih akan melemparkan Bom kearah aparat
yang datang. Disamping itu, pihak sangat berharap kepada Densus 88 untuk
sesegera mungkin mengembalikan mengembalikan 3 HP dan uang 2 Juta
Rupiah yang disita. Sebab 2 HP tersebut milik Tetangga yang kebetulan
siang hari datang kerumah dan lupa setelah dicash. Uang 2 juta
rupiah adalah miliknya Aminah, tetangga Almarhum yang dipinjamnya pagi
hari itu untuk keperluan membeli obat samprot untuk tanaman pertanian
yang dilakoninya selama ini.
Benar apa yang dikatakan
beberapa orang yang memberi komentar atas penggrebekan, penangkapan dan
menembak mati Nurdin, bahwa terduga Teroris itu sesungguhnya sudah
ter-monitor dengan baik segala aktifitasnya dan akan digerakkan
(digunakan) untuk sebuah kepentingan menutupi Isu Nasional.
Nurdin
adalah anak dari H. Abdullah Seno, Desa O’o Kabupaten Dompu. Nurdin
memiliki 9 saudara, 3 lelaki dan 6 perempuan. 2 orang anak H. Abdullah
Seno, tewas dimoncong senjata Densus 88 dengan tuduhan teroris. Selain
Nurdin yang tewas ditembak saat menjalankan Sholat Ashar kemarin (20/9),
sebelumnya saudara kandung Nurdin, Ustadz Firdaus yang tewas di Ponpes
Umar Bin Khatab (UBK) Sanolo kec Bolo Kabupaten Bima pertengahan tahun
2012 yang lalu. Disamping itu, 2 orang menantu H. Abdullah Seno juga
ditembak dan ditahan dengan tuduhan teroris. Ustadz Yamin, ditembak di
Poso. Sedangkan Ustadz Asran masih mendekap di LP Cipinang juga karena
tuduhan sebagai teroris. Dapat diketahui bahwa Keluarga besar H.
Abdullah Seno, memang sudah dipantau dan diawasi dengan ketat selama
ini. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk ‘meng-eksekusi’ satu
persatu, bergantung permintaan ‘Donatur terorisme’.
Sedangkan
Penangkapan Terduga Teroris atas nama Gunawarman bersama istrinya,
Cahya Laili di Dusun Pali Desa Punti Kecamatan Soromandi, sekitar pukul
16.30 Wita. Pria asal Kelurahan Sadia, Kota Bima, tersebut dibekuk saat
melintas desa Punti. Sehari-hari Gunawarman dikenal sebagai pedagang
ayam potong di Sadia. Dia sesekali juga mendatangi desa istrinya untuk
menjenguk mertua serta keluarga si istri. Gunawarman pada saat itu baru
pulang dari Kota Bima, mengantar mertuanya ke Rumah Sakit Muhammadiyah
Kota Bima. Disamping itu, Terduga Teroris yang ikut dibekuk adalah
Juwaid (26 thn), Suhail (32 thn) dan Gunardi (30 th). Juwaid dan Suhail
dibekuk di Desa Punti Kec Soromandi saat sedang menjual Bakso, Gunardi
ditangkap dirumahnya di desa Sai.
Penangkapan ini
dilakukan hampir secara serentak dibeberapa titik. Densus 88 yang
menangkap, semuanya dari Mabes Polri. Kapolresta Bima maupun Kapolres
Dompu yang dimintai tanggapan terkait penangkapan ini tidak tahu menahu.
Setelah ada peristiwa, baru mereka ketahui bahwa baru saja telah
terjadi penangkapan terduga Teroris oleh Densus 88.
Berdasarkan
data dan fakta yang didapat diatas, sesungguhya proses penangkapan dan
penembakan yang baru saja di Duga sebagai Teroris seperti yang terjadi
pada beberapa warga Bima diatas akan membuat citra Densus 88 semakin
negative dan terkesan ‘mengajak’ untuk perang. Kasus menembak mati
Terduga teroris, Nurdin di Desa O’o Kab Dompu akan melahirkan Spiral
kekerasan lainnya yang terus berantai. Cara Densus 88 meng’eksekusi’
Nurdin adalah cara yang sangat keliru dan masyarakat bisa bergerak dan
akan terus bergerak karena persoalan dendam yang semakin hari semakin
terus ‘terpupuk dan terbangun’.
================
Bima, 21 September 2014.
Pasca meninjau 2 TKP Penangkapan dan penembakan.