Selasa, 23 September 2014

NURDIN DITEMBAK SAAT SEDANG SUJUD SHOLAT ASHAR

(Membantah Pernyatan POLRI, Bahwa Nurdin Ditembak Karena Melawan Saat Akan Ditangkap) 

 

Oleh :  Rangga Babuju




Rumah H. Abdullah Seno, Ayah Nurdin. Disinilah Nurdin ditembak di kamar (Foto Fayis Umar)

Terorisme dan Gerakan Penumpasannya oleh Densus (Detasemen Khusus) 88 MABES POLRI menjadi pembicaraan hangat ditengah masyarakat setiap ada gerakan Penangkapan. Demikian yang terjadi di Bima beberapa tahun terakhir. Hampir seminggu, pembicaraan Penangkapan Dahlan, Guru IPA, MAN I Kota Bima, Terduga (Versi POLRI) Teroris asal Gilipanda – Kota Bima, beberapa tahun lalu. Demikian pula saat Penangkapan Drg Yuniardi sepulang dari Sholat Jumat tahun 2012 yang lalu. Lebih-lebih stigma untuk Warga Penatoi dengan beberapa penangkapan 4 tahun terakhir.

Awal Tahun 2013 yang lalu, Kehebohan Dana Mbojo terkait Terorisme kembali terjadi setelah adanya penangkapan 7 orang Terduga Teroris, 4 diantaranya ditembak mati. 1 orang ditembak di Madapangga saat berada diatas Motornya untuk membawa Roti pesanan di Kab Dompu. Sedangkan 3 orang lainnya ditembak Mati di Ginte kab Dompu.  Lalu kemudian, tak kalah heboh dengan proses penangkapan Ustazd Iskandar, penjual Bakso dan rujak di Penatoi beberapa bulan lalu.

Kini, Kasus Penangkapan Terduga Teroris di Bima dan Dompu kembali terjadi, kemarin pada hari sabtu (20/9/2014). Empat orang Terduga Teroris ditangkap, 1 orang diantaranya ditembak mati saat sedang sujud raka’at ke tiga sholat Ashar dirumah Orang tuanya. Nurdin Alias Deo alias Si Kecil (23 thn) ditembak mati oleh Densus 88 Mabes Polri, sekitar pukul 16.00 Wita. Istri Nurdin, yang tidak ingin disebutkan namanya menjalaskan bahwa, saat suaminya masuk rumah, Istrinya sedang merapikan pakaian didalam kamar sempit yang luasnya hanya 3 x 4 meter. Kamar tersebut didalamnya memiliki lemari, meja dan tempat tidur.

“Abi menyuruh saya keluar dari kamar karena ingin Sholat, karena kamar kami sempit. Sekitar 1 menit lebih sedikit berada dikamar tamu, masuk 5 orang berpakaian preman tetapi bersenjata lengkap dan menutup muka seperti ninja. Saya diminta keluar dengan tanpa boleh bersuara dan saya diantar keluar oleh salah seorang diantara mereka” Kisahnya. Masih menurutnya, tidak sampai 2 menit kemudian, terdengar 2 kali letusan senjata, Lalu sunyi. Beberapa anggota Densus 88 membawanya keluar tetapi sudah terbungkus kantung mayat.

Menurut Istrinya, bahwa suaminya tersebut (Alm Nurdin), bila diperkirakan dari waktu Nurdin menyuruh istrinya keluar hingga terdengar letusan senjata, sekitar 3 menitan itu, diperkirakan, Suaminya sedang masuk pada rakaat ketiga. “Biasanya dengan interval waktu demikian, suami saya sedang masuk pada rakaat ke tiga. Hal ini saya berani katakan karena sudah hampir 4 tahun kami menikah, dan saya tau betul, lama dan khusu’ nya Sholat beliau” Jelasnya.

Beberapa keterangan dan bukti dilapangan yang saya dapatkan dari berbagai pemberitaan cetak dan online menjelaskan bahwa Nurdin ditembak pada saat Sujud Rakaat ketiga sholat ashar. Hal ini didukung oleh rekahan peluru dari leher bagian belakang tembus ke kepala. Sehingga, Pernyataan Karo Humas Mabes Polri, Boy Rafly bahwa Nurdin ditembak karena ingin melempar Bom ke aparat yang datang menangkap adalah Tidak benar atau sangat manipulatif. Disamping itu, Seorang yang betul-betul mendalami Ke-Islaman seperti Nurdin, tidak akan bergeming sedikitpun apabila sedang menunaikan Sholat, meski sekalipun gempa atau ada musuh yang datang menyerang. Sehingga tak jelas alasan pihak Polri yang menyatakan bahwa Nurdin ditembak karena melawan dan atau karena mau melempar Bom kearah aparat. Apalagi luas kamar tidak akan mungkin melakukan aksi perlawanan, lebih-lebih yang mau dilawan adalah aparat bersenjata lengkap dan mematikan.

Saya pun mencoba memastikan kondisi dan luas kamar yang menjadi TKP (Tempat Kejadian Perkara) melalui foto yang diambil oleh anggota yang ada dilokasi. Dari foto tersebut, Nampak bercak darah yang ada di dinding pintu kamar dan lantai didalam kamar. Demikian pula luas kamar yang memang tidak begitu bisa bergerak untuk melakukan perlawanan yang signifikan.

Pihak keluarga Almarhum Nurdin melalui Istrinya dan H. Kamaruddin menyatakan bahwa Pihak Keluarga sudah ikhlas dan merelakan kepergian Nurdin. Hanya saja, pihak Kepolisian mesti meluruskan bahwa faktanya Nurdin ditembak tidak dalam keadaan akan melawan, sedang melawan lebih-lebih akan melemparkan Bom kearah aparat yang datang. Disamping itu, pihak sangat berharap kepada Densus 88 untuk sesegera mungkin mengembalikan mengembalikan 3 HP dan uang 2 Juta Rupiah yang disita. Sebab 2 HP tersebut milik Tetangga yang kebetulan siang hari datang kerumah dan lupa setelah dicash. Uang 2 juta rupiah adalah miliknya Aminah, tetangga Almarhum yang dipinjamnya pagi hari itu untuk keperluan membeli obat samprot untuk tanaman pertanian yang dilakoninya selama ini.

Benar apa yang dikatakan beberapa orang yang memberi komentar atas penggrebekan, penangkapan dan menembak mati Nurdin, bahwa terduga Teroris itu sesungguhnya sudah ter-monitor dengan baik segala aktifitasnya dan akan digerakkan (digunakan) untuk sebuah kepentingan menutupi Isu Nasional.

Nurdin adalah anak dari H. Abdullah Seno, Desa O’o Kabupaten Dompu. Nurdin memiliki 9 saudara, 3 lelaki dan 6 perempuan. 2 orang anak H. Abdullah Seno, tewas dimoncong senjata Densus 88 dengan tuduhan teroris. Selain Nurdin yang tewas ditembak saat menjalankan Sholat Ashar kemarin (20/9), sebelumnya saudara kandung Nurdin, Ustadz Firdaus yang tewas di Ponpes Umar Bin Khatab (UBK) Sanolo kec Bolo Kabupaten Bima pertengahan tahun 2012 yang lalu. Disamping itu, 2 orang menantu H. Abdullah Seno juga ditembak dan ditahan dengan tuduhan teroris. Ustadz Yamin, ditembak di Poso. Sedangkan Ustadz Asran masih mendekap di LP Cipinang juga karena tuduhan sebagai teroris. Dapat diketahui bahwa Keluarga besar H. Abdullah Seno, memang sudah dipantau dan diawasi dengan ketat selama ini. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk ‘meng-eksekusi’ satu persatu, bergantung permintaan ‘Donatur terorisme’.

Sedangkan Penangkapan Terduga Teroris atas nama Gunawarman bersama istrinya, Cahya Laili di Dusun Pali Desa Punti Kecamatan Soromandi, sekitar pukul 16.30 Wita. Pria asal Kelurahan Sadia, Kota Bima, tersebut dibekuk saat melintas desa Punti. Sehari-hari Gunawarman dikenal sebagai pedagang ayam potong di Sadia. Dia sesekali juga mendatangi desa istrinya untuk menjenguk mertua serta keluarga si istri. Gunawarman pada saat itu baru pulang dari Kota Bima, mengantar mertuanya ke Rumah Sakit Muhammadiyah Kota Bima. Disamping itu, Terduga Teroris yang ikut dibekuk adalah Juwaid (26 thn), Suhail (32 thn) dan Gunardi (30 th). Juwaid dan Suhail dibekuk di Desa Punti Kec Soromandi saat sedang menjual Bakso, Gunardi ditangkap dirumahnya di desa Sai.

Penangkapan ini dilakukan hampir secara serentak dibeberapa titik. Densus 88 yang menangkap, semuanya dari Mabes Polri. Kapolresta Bima maupun Kapolres Dompu yang dimintai tanggapan terkait penangkapan ini tidak tahu menahu. Setelah ada peristiwa, baru mereka ketahui bahwa baru saja telah terjadi penangkapan terduga Teroris oleh Densus 88.

Berdasarkan data dan fakta yang didapat diatas, sesungguhya proses penangkapan dan penembakan yang baru saja di Duga sebagai Teroris seperti yang terjadi pada beberapa warga Bima diatas akan membuat citra Densus 88 semakin negative dan terkesan ‘mengajak’ untuk perang. Kasus menembak mati Terduga teroris, Nurdin di Desa O’o Kab Dompu akan melahirkan Spiral kekerasan lainnya yang terus berantai. Cara Densus 88 meng’eksekusi’ Nurdin adalah cara yang sangat keliru dan masyarakat bisa bergerak dan akan terus bergerak karena persoalan dendam yang semakin hari semakin terus ‘terpupuk dan terbangun’.

(DIRAMU DARI BERBAGAI SUMBER BERITA MEDIA CETAK LOKAL MAUPUN BERITA ONLINE)
================
Bima, 21 September 2014.
Pasca meninjau 2 TKP Penangkapan dan penembakan.

Anggota Densus 88 melakukan penyisiran di Desa O'o Kab Dompu 
Anggota Densus 88 melakukan penyisiran di Desa O'o Kab Dompu

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik & Saran konstruktif Pembaca sangat Kami harapkan