Featured Posts Coolbthemes

Kamis, 02 April 2015

MUHAMMAD DARI BARAT TAKLUK AKIBAT LETUSAN GUNUNG TAMBORA 1815 (Tambora Menyapa Dunia Sebagai Momentum Dakwah)




Oleh : Alif Babuju 05 

Dedicate To : Bapak Bupati Bima, H. Syafrudin, Jika Bapak seorang Muslim yang Mencintai Islam. 


Terhitung sejak tulisan ini penulis susun, tak terasa bencana alam yang bisa dikatakan masuk dalam kategori “terdasyat” pernah terjadi dibumi, yakni, letusan Gunung Tambora 1815, tinggal menghitung hari akan genap berusia dua abad. Usia genap dua abad Letusan Tambora, pada bulan April mendatang menjadi event internasional yang akan diperingati melalui moment "Dua Abad Tambora Menyapa Dunia"(1815-2015). Perhelatan akbar ini akan berlangsung selama 12 hari(1 s/d 12 April, 2015). 


Hingga kini, beberapa hari menjelang pelaksanaan event tersebut masih menjadi polemik yang menimbulkan kekhawatiran akan terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang ditunjukan oleh sikap kita(masyarakat Bima-Dompu) dan terutama instasi terkait. 


Betapa tidak, untuk memperingati bencana dasyat yang menenggelamkan tiga kerajaan besar pada masanya(Tambora, Sanggar dan Pekat) ini, Pemerintah Daerah Kab. Bima dan Dompu sebagai tuan rumah sekaligus pelaksana tekhnis hanya mepersiapkan anggran Rp. 4,5 M dari Kab. Dompu dan Rp. 20 Juta dari Kab. Bima. Pemerintah Provinsi NTB sendiri menyediakan anggaran sebesar Rp. 4,5 M. Sedangkan pemerintah pusat melalui kementerian pariwisata mengucurkan dana sebesar Rp. 11 M. (Diolah dari berbagai sumber) 


Jauh sebelumnya,sejak wacana tentang penyelenggaraan hajatan besar ini gencar di kampanyekan, sesungguhnya sudah disajikan dengan sikap yang terkesan acuh tak acuh oleh pemerintah Kab. Bima. Mulai dengan aset jalan menuju Tambora yang luput dari perhatian,pemajangan baligho penyambutan Tambora Menyapa Dunia tepat di dekat kediaman Bapak Bupati Bima, H. Syafrudin yang urak-urakan, hingga dengan minimnya anggaran dan serangkaian kegiatan yang dipersiapkan. 

Ironinya, informasi terakhir yang penulis peroleh, sebagai akibat dari ketidak seriusan pemerintah dalam menyambut moment langka ini, menuai kritik dari masyarakat setempat yang berada disekitar Tambora ((Desa Kananga, Desa Kawinda Nae, Kawinda Toi, SoriKatupa maupun Oi Bura) gencar membangun opini menolak Tambora Menyapa Dunia.


Tulisan ini disusun bukan menjadi bagian dari polemik yang tengah bergejolak diatas. Melalui tulisan ini penulis hendak mengemukakan alasan mengapa peringatan Dua Abad Tambora menjadi keharusan. Ada muatan nilai yang harus dikampanyekan dari moment akbar ini lebih dari sekedar memperkenalkan potensi wisata sejarah budaya yang ada di daerah Bima-Dompu, terhadap pihak luar serta alasan ekonomi dan keilmuan. 


Sebenarnya apa faedah yang diperoleh masyarakat Bima-Dompu dari moment peringatan Dua Abad Tambora Menyapa Dunia? Pertanyaan ini yang sempat merampok seluruh daya analisa penulis beberapa hari terakhir ini. Dari beberapa literatur yang penulis baca terkait event ini, wacana yang kerap timbul adalah moment tersebut didominasi oleh wacana tentang perkembangan pada sektor wisata sejarah-budaya. Hal ini diyakini akan mampu menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri terhadap gunung Tambora, dan mampu mendongkrak pendapatan daerah. Dilain sisi, hal yang dianggap penting adalah sebagai wahana bagi para Ilmuan dan sejarawan untuk melakukan penelitan lebih lanjut dalam mengungkap validitas sejarah Bima yang masih buram .Demikianlah setidaknya beberapa alasan yang timbul kenapa moment tersebut dianggap perlu. 

Bagi penulis ada hal yang lebih penting selain sekedar beberapa alasan diatas yang menjadi alasan kenapa momentum Tambora Menyapa Dunia ini harus disukseskan. Hal ini berkaitan dengan roh suatu peradaban yang tidak bisa sekedar ditopang oleh materi dan pembangunan. Ini tentang nilai-nilai yang wajib menjadi pondasi dalam membangun suatu bangsa yang kuat dan bermartabat. Lebih-lebih untuk daerah Bima-Dompu yang tidak bisa disangkal secara teritorial penduduknya mayoritas beragama Islam. Nilai yang menjadi alasan historis kenapa Gunung Tambora meletus. 

Sebelum kita melaju lebih jauh tentang alasan yang penulis maksud, sebaiknya mari sekilas merefleksi kembali akibat meletusnya gunung Tambora yang menjadi alasan historis dan termakhtub dalam kitab sejarah Dana Mbojo(Bima), Kitab Bo’ Sangaji Kai. 


Dalam prespektif kitab Bo’ Sangaji Kai, salah satu alasan historis yang mengakibatkan gunung tambora meletus adalah akibat dari kedzoliman (Raja dan Penduduk) kerajaan Tambora. 


Dikisahkan, sebelum Tambora meletus, seorang ulama asal Arab bernama Saiyid Idrus mampir diwilayah kerajaan Tambora. Sayyid Idrus berjalan-jalan mengelilingi wilayah Tambora hingga tiba waktu sholat dhuhur. Iapun bergegas menunaikan sholat dhuhur di masjid yang ada di daerah itu. Setibanya di masjid, ditemukannya ada seekor anjing dalam masjid. Sayyid Idruspun mengusir anjing tersebut dan menganjurkan kepada masyarakat untuk memukul anjing itu dengan alasan bahwa masjid merupakan rumah Allah dan barangsiapa yang memasukkan anjing ke dalam masjid adalah orang kafir. Ternyata anjing itu adalah milik raja Tambora.Penjaga anjing menjadi marah lalu pergi mengadu kepada Raja Tambora. 


Mendengar kisah sayyid Idrus yang mengatakan dirinya kafir, sang raja murka. Iapun ingin membalas perbuatan Sayyid Idrus. Sang rajapun menggunakan siasat buruk. Ia Memerintahkan untuk memotong kambing dan anjing lalu mengundang Sayyid Idrus makan dirumahnya.Sayyid Idruspun pergi kerumah raja Tambora. Para wazir kerajaan dan orang banyak sudah ada disana. 


Dihadapan orang banyak dihidangkan nasi dan daging. Nasi dengan daging kambing dihidangkan untuk raja Tambora dan orang banyak, sedangkan nasi dengan daging anjing disajikan untuk Sayyid Idrus, tanpa sepengetahuannya. Selesai makan, Raja Tambora mempertanyakan alasan kenapa ia disebut kafir karena memiliki anjing yang masuk dalam masjid. Sayyid Idrus mengatakan anjing itu haram. Terjadilah perdebatan antara sayyid Idrus dan sang raja, hingga akhirnya sang raja mengatakan bahwa sayyid idrus telah memakan anjing yang baginya(Sayyid Idrus)dikatakan haram. 


Singkat cerita, Raja Tamborapun memerintahkan orang-orangnya untuk menangkap dan membunuh Sayyid Idrus. Sayyid Idrus digiring ke puncak gunung Tambora. Disana Ia dianiyaya dan dibunuh secara kejam. Setelah itu jasad Sayyid Idrus dibuang ke dalam goa. Setalah sayyid Idrus dibunuh, para pembunuh itupun hendak kembali untuk melaporkan kepada Raja Tambora. 


Seketika kemudian, tiba-tiba api menyala dari atas gunung dimana Sayyid Idrus dibunuh. Api itu mengikuti kemana para pembunuh itu dan terus menjalar bersama lahar debu hingga membakar seluruh rumah diwilayah kerajaan Tambora. (Diramu dari kitab sejarah Dana Mbojo “Bo’Sangaji Kai”) 


Berdasarkan alasan historis diatas, dan sebagai ummat muslim, penulis meyakini jika letusan gunung Tambora bukan sekedar fenomena alam. Bencana ini bisa merupakan bentuk ganjaran bagi bangsa yang dzolim. Allah memberikan azab terhadap kerajaan Tambora atas perbuatan mereka(Dzolim). Dalam Al-qur,an sendiri telah ditegaskan melalui Firman Allah : 

"Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar merekakembali (ke jalan yang lurus).(QS. Ar-Rum: 41)" 


Selain itu, kurang lebih 60 % isi kitab suci Al-Qur’an mengandung sejarah ummat-umat terdahulu.Hal ini tentunya menjadi pelajaran bagi kita agar memetik Ibroh dari sejarah ummat dalam Alqur’an. Demikianlah kiranya sekilas muatan nilai sakral(keramat) sebagai landasan sejarah yang menjadi alasan atas mengamuknya gunung Tambora. 


Selanjutnya,mari kita kembali pada judul tulisan diatas; “MUHAMMAD DARI BARAT TAKLUK AKIBAT LETUSAN GUNUNG TAMBORA 1815 (Tambora Menyapa Dunia, Sebagai Momentum Dakwah.)” Penulis akan memulai pembahasan dengan mengutip pernyataan tokoh Orientalis tenama asal eropa, Hugo, yang dikutip dalam Bukunya Edward W. Said, Orientalisme‘ Menggugat Hegemoni Barat dan Menundukkan Timur Sebagai Subjek.’ Hugo,dalam salah satu sya’irnya berjudul “Lui”,mengungkapkan penghayatannya dalam mengagumi kebesaran dan kebijaksanaan seorang Napoleon Bonaparte ; 

"Di tepi sungai Nil, kulihat dia lagi. 
Mesir bersinar dengan fajar yang ia terangi; 
Kerajaannya yang agung muncul di Timur. 
Sang penakluk yang penuh semangat, penuhkeberhasilan, 
Sang Perkasa, yang menggerakkan negerinya orang-orang perkasa. 
Syekh tua memandang kagum sang emir muda nan bijaksana ini. 
Orang takut pada bala tentaranya yang tiadatara; 
Kudus, begitulah ia tampak dimata suku-sukuyang terpesona akan kewibawaannya laksana Muhammad dari Barat." 


Dari teks diatas menggambarkan kemenangan seorang penguasa, Napoleon Bonaparte dalam menaklukkan dunia Timur. Bagi orientalime barat, keberhasilan Napoleon (baca : Napoleon) dalam menguasai dunia Timur telah melahirkan kekaguman yang begitu besar. Bagi bangsa Barat, sebagaimana dalam syai’irnya Hugo diatas, mengklaim secara berlebihan(Ovver Claimed) bahwa seorang Napoleon kewibawaannya dalam mempengaruhi Mesir dianggap sebagai Muhammad dari Barat. 


Jika kita membaca buku, Orientalime, karya Edward W. Said, disana kita akan menemukan bagaimana seorang Edward membongkar strategi licik(Politik Kotor) yang digunakan Napoleon Bonaparte dalam menjalankan siasatnya untuk menguasai duniaTimur, terutama Mesir. Edward W. Said mampu menggambarkan bagaimana Sang Penakluk dari Barat(Napoleon) mampu mempengaruhi tokoh-tokoh ulama Mesir pasca kegagalan militernya. Edward W. Said, menulis ; “Ketika Napoleon melihat bahwa tentaranya terlalu kecil untuk menguasai orang-orang Mesir, makaia lalu berusaha agar para Imam, qadi, mufti dan ulama lokal menafsirkan al-qur’an dengan cara yang menguntungkan Grande Armee(milik Napoleon). Untuk tujuan ini, enam puluh ulama yang mengajar di Al- Azhar diundang ke kantornya, diberikan penghormatan militer penuh dan kemudian dibujuk dengan cara memperlihatkan mereka kekaguman Napoleon terhadap Islam dan Muhammad serta sikap Napoleon yang tampak jelas terhadap alqur’an dan yang tampak sangat akrab baginya. Strategi ini ternyata berjalan mulus, dan dengan segera penduduk Kairo seolah tidak memiliki prasangka apa pun terhadap tentara pendudukan.”(Dalam Said, 2010 ; 123) 


Apa kaitannya dengan Gunung Tambora? 


Muhammad dari Barat, Napoleon Bonaparte, dengan bala tentaranya yang kuat dan kelihaian strategi politiknya serta kesuksesannya dalam menaklukkan negara-negara Timur itu, akhirnya harus takluk oleh cuaca buruk akibat Letusan gunung Tambora. 


Kenneth Spink, seorang pakar geologi, pada pertemuan ilmiah tentang Applied Geosciences di Warwick, Inggris (1996), mengungkapkan bahwa letusan Gunung Tambora telah berdampak besar terhadap tatanan iklim dunia kala itu, termasuk cuaca buruk di Waterloo pada Juni 1815. Akibat cuaca buruk tersebut menjadi pemicu kekalahan Napoleon dan bala tentaranya yang sedang menuju laga pertempuran. 


Tiga hari pasca meletusnya Tambora, 18 Juni 1815, dalam peperangan di Waterloo pasukan Napoleon terjebak musuh. Pasukan koalisi Inggris-Prussia yang dipimpin oleh Duke of Wellington menghadapi dan melumpuhkan tentara Napoleon dari Prancis. Akibat cuaca buruk, hujan terus mengguyur, abu tebal akibat letusan gunung Tambora menyelimuti atmosfer menghlangi sinar matahari serta menjadikan jalan berlumpur dan licin mengakibatkan roda kereta meriam terjebak. Napoleon dan tentaranya akhirnya kalah. Kekalahan Napoleon dalam peperangan ini menjadi akhir sejarahnya sebagai Kaisar Prancis. 


Luar biasa tidak ? seorang penakluk yang perkasa dari Perancis itu, yang oleh hasil kongres Wina, 13 Maret 1815 dinyatakan sebagai penjahat, akhirnya harus menyerah kalah akibat terjebak oleh pengaruh perubahan iklim karena luteusan Tambora. 

Ibroh yang bisa dipetik dari faktualitas sejarah letusan gunung Tambora yang mampu mempengaruhi iklim dunia kala itu adalah, menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berfikir. Kisah ini tentunya mengandung nilai kesakralan kuasa pencipta. Sebagai ummat muslim mayoritas yang mendiami Dana Mbojo(Bima), yang dari Tanahnya Tuhan memberikan pelajaran untuk orang berimanan serta azab untuk orang yang dzolim, tentunya harus bangga dan bersyukur. Tanah Bima sebagai negeri yang angker sebagaimana digambarkan oleh N. Marewo melalui puisinya ‘Dana Mbojo Dana Mbari’ itu memang benar adanya. 


Sebagai bentuk syukur kita kepada Allah Subuhana Wa’taala, melalui momentum “Dua Abad Tambora Menyapa Dunia” yang merupakan event international ini, sudah saatnya kita mendakwahkan kebenaran Islam, saatnya kita terus memperingatkan kepada orang-orang kafir atas Azab Allah bagi orang-orang yang melampui batas. saatnya kita memperingatkan mereka yang berniat busuk untuk menjarah kekayaan alam kita tentang kesakralan Tanah Kita. Tanah yang dipilih oleh Tuhan untuk menegur kebiadaban yang tak beradab. Bukankah tanah kita kaya akan Sumber Daya Alam? Bukankah Tanah Kita sedang dan hendak dijarah dengan siasat-siasat buruk ? Bukankah Konflik di Tanah Kita sengaja diciptakan untuk alasan tertentu? Haruskah kita menunggu Tuhan lagi yang menegur kita dengan azab-azab-Nya yang lebih dasyat dari Tambora, kemudian mengganti kita dengan generasi yang lebih baik dari kita? 


Sebagai event International, hajatan akbar Tambora Menyapa Dunia tentunya akan dihadiri oleh tamu dari berbagai penjuru dunia. Inilah momentum yang tepat untuk mendakwahkan Islam pada dunia. Ini moment langka." Ada tiga hal yang tidak bisa kita dapatkan kembali, yakni, waktu yang telah terlewatkan,kata yang telah terucapkan dan momentum yang diabaikan."(Izzudin Abu Solikhin) 


Selain sebagai momentum dakwah terhadap dunia, perhelatan akbar ini setidaknya bisa memberikan pelajaran bagi bangsa kita sendiri, khususnya Bima-Dompu agar selalu menjadikan sejarah Tambora sebagai motivasi untuk mawas diri dalam kehidupan. Menjadi pelajaran bagi birokrasi dan masyarakat agar tidak terlena dalam buaian dunia yang bersifat sesaat. Mengenang dan meghayati ibroh dibalik bencana tersebut, agar tetap menjunjung tinggi nilai islam sebagai pegangan hidup dalam menata kehidupan yang bermartabat. Nilai yang menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang Baldatun, Tayyibatun Warabbun Ghafur. Wallahualam...