Oleh : Alif Babuju
Pagi itu langit
nampak cemerlang saat fajar hendak menyinsing diufuk timur. Entalah dicekung
langit yang jauh dari tempatku. Namun
dibawah cakrawala dimana aku berada tak setitikpun gumpalan awan. Nuansa cuaca
pagi itu menyimpul dalam benakku bahwa hujan
enggan tumpah. Ini memang musim hujan. Aku terlalu jenuh dengan musim
hujan yang hampir semua orang merindukkannya ketika kemarau melanda. Musim
hujan menimbulkan becek dimana-mana terkadang membuatku risih berpijak
menjalankan akivitas keseharian.
Sejak lantunan bait suci dan suara adzan subuh menyusul pada corong
masjid, aku sudah bangun. Tak seperti biasanya, aku rasa ada yang beda dipagi
itu. Bukan sekedar karena langitnya yang cerah sehinggga aku bisa lebih leluasa
beraktivitas. Lebih dari itu. Secarik rindu akan kebiasaan itu memantik dari
relung sukma. Merangkum segala cerita yang biasanya kita jalani hampir setiap
pagi kala itu. Rindu yang membuatku melamun.
Biasanya setiap pagi usai kita bersimpuh sujud diatas sajadah, kau
telah sibuk dengan urusan rumah. Mulai dari membersihkan tempat tidur, menyapuh
rumah dan halaman, meyirami bunga, dan membuat sarapan. Ada hal yang tak pernah
engkau lupakan sebelum semua itu engkau kerjakan. Kopi jahe kesukaanku selalu
kau seduh terlebih dulu lalu kau sajikan dengan beberapa lempeng kue buatanmu.
Suara mesramu turut meramu mempersilahkanku menikmatinya. Kecupanmu yang juga
tak alpa menyentuh jidatku.
Sudah berapa pagi yang
terlewatkan sejak kepergianmu. Aroma kopi itu juga tak terseduh lagi untukku. Suara panggilan dan
kecupan mesramu nihil. Riak aktivitas pagimu tak lagi menghias rumah kita. Aku
rindu itu. Kapan akan terulang seperti sedia kala?
Tak seperti yang kuperkirakan. Dikala aku larut mengenang potret pagi kita. Ada riak cucuran pada atap
rumah. Aku beranjak keluar untuk
memastikan suara itu. Rupanya gerimis mengguyur. Ceceran dedaunan dan sampah
dipelataran halaman yang sudah lama tak disapu basah. Apakah ini isyarat bahwa
pagi kita yang semestinya tidak akan kembali?
Akh, ini memang musim hujan…! gumamku menyangkal isyarat alam. Jenuhku kembali mendera. Melihat gerimis pagi
itu, aku yang seharusnya bersiap-siap untuk pergi mengurungkan niat. Aku
beranjak kembali ke kamar merebahkan tubuh ditempat tidur. Menarik selimut lalu
berselubung.
(Gerimis Merindu, 17
Desember 2014)