Menyusun Opini ini Penulis ingin mengutip tesisnya Niccolo Machiavelli dalam bukunya The Prince yang dikutip dari buku Political Theory (Pemikiran Machiavelli-Rawls) volume II. Dalam The Prince Machiavelli menulis : “Tiada
yang dapat menyebutnya keluhuran dengan membunuh sesama warga,
mengkhianati teman, menjadi tidak setia, tanpa jiwa pengampun, tanpa
agama ; dengan cara-cara ini kekuasaan mungkin didapatkan, namun tidak
dengan kemuliaan”.(Losco, Williams , 61: 2005 ). Tesis tersebut
mungkin terlalu berlebihan jika dikaitkan dengan tulisan ini. Namun
penulis tertarik dengan kata terakhir dari tesis tersebut ; “dengan cara-cara ini kekuasaan mungkin didapatkan, namun tidak dengan kemuliaan”. Sedikit tidak mungkin bisa dikaitkan.
Pada
tanggal 9 Juli 2014 mendatang, bangsa Indonesia akan kembali merayakan
pesta demokrasi pemilihan umum presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia. Sejak Komisi Pemilihan Umum(KPU) menetapkan Pasangan H.
Prabowo Subianto – H. Muhammad Hatta Rajasa dan Ir Joko Widodo-Drs. H.
Muhammad Jusuf Kalla melalui surat keputusan nomor 453/KPTS/KPU Tahun
2014, tentang Penetapan Calon Presiden dan Penetapan Calon Wakil
Presiden, hingga kini berbagai manufer politik pasangan calon tersebut
telah mewarnai labirin demokrasi di tanah air.
Seiring
dengan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2014 ini, ada dua moment
penting yang tidak bisa dipungkiri turut serta mewarnai fenomena global.
Dimana kedua momen tersebut adalah Semarak piala dunia yang tengah
kita saksikan saat ini serta bulan suci ramhadhan yang sebentar lagi
kita hadapi. Menurut Penulis, kedua moment tersebut bisa saja terseret
dalam kontestasi perpolitikan di Indonesia.
Usai
pembukaan piala dunia 2014 yang diawali dengan pertandingan perdana
antara Brazil versus Croatia pada 13 Juni dini hari kemarin yang
ditandai dengan kemenangan Tim tuan rumah(Brazil) dengan skor 3 : 1,
beberapa media di tanah air gencar memberitakan tentang keikutsertaan
para calon presiden dan wakil presiden mendukung piala dunia 2014 yang
mengutarakan tim jagoan mereka dalam acara sepak bola sejagat tersebut.
Sebut saja misalnya pasangan Calon nomor urut 1, Prabowo - Hatta yang
dengan kompak menjadikan Brazil sebagai tim jagoannya dan bahkan
Cawapres Hatta Rajasa siap menjadi komentator jika diinginkan tentang
laga perseteruan perdana piala dunia tersebut. Selain itu H. Muhammad
Jusuf Kalla juga tidak mau ketinggalan dalam memeriahkan piala dunia.
Dengan Jagoan yang sama(Brazil) seperti pasngan nomor urut 1, Calon
wakil presiden dari nomor urut 2 tersebut menyakini Brazil sebagai tim
tuan rumah merupakan modal untuk mencapai trofi di Piala dunia musim
ini. Penulis belum tahu Tim jagoan Ir. Joko Widodo.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari euphoria “gila bola” tersebut. Hal itu merupakan hak dan kegemaran tiap individu. Namun, ketika dikaitkan dengan sosok “Public Figure” yang tengah berseteru menuju senayan dan digembor-gemborkan di media sosial, ini tentunya akan menimbulkan kesan “Politisasi Piala Dunia”
. Diperkuat dengan janji politik salah satu pasangan Capres nomor urut
1(Prabowo) yang jauh sebelum ini berjaniji akan memajukan sepak bola
Indonesia di mata dunia jika terpilh jadi presiden kelak. Disisi lain
Moment Piala Dunia bisa saja dimanfaatkan oleh Tim sukses
masing-masing calon untuk meraih dukungan sebanyak mungkin. Sebab,
ketika pasangan calon yang mereka perjuangkan telah mengungkapkan ke
publik tim mana yang menjadi jagoannya dalam ajang piala dunia, secara
tidak langsung ini merupakan titah yang mesti dilaksanakan oleh para Tim
Pemenangnya. Modusnya bisa jadi melalui nonton bareng, mengeluarkan
biaya untuk mendukung hobi khalayak serta alasan kesamaan Tim Jagoan
dalam piala dunia. Penulis khawatir fenomena politisasi dunia olah raga
ini juga turut terseret dalam kebiasaan destruktif kebanyakan orang
yang menjadikan semarak piala dunia sebagai “Ajang Perjudian” .
Sehingga tidak menutup kemungkinan, pengalihan perhatian terhadap
kondisi bangsa yang akan diprioritaskan dengan serius pada Pemilihan
Umum dalam menghasilkan pemimpin yang ideal untuk Indonesia terjadi.
Karena realitasnya, semarak piala dunia lebih menyita perhatian
masyarakat ketimbang penyelenggaraan Pemilihan Umum 2014.
Dalam
analisa yang lebih luas, Penulis hendak mengajak pembaca untuk
memperhatikan beberapa wacana yang dibangun saat konsolidasi koalisi
menuju Pencalonan Capres dan Cawapres beberapa waktu yang lalu. Masih
ingatkah siapa tokoh dari salah satu partai koalisi merah putih yang
dijuluki “King Maker” oleh pasangan nomor urut
1 pada saat konsolidasi pra pencalonan presiden beberapa hari yang
lalu…? Perhatikan gegap gempita para penggila bola dari pelosok negeri
pada saat pembukaan piala dunia yang berlangsung di Brazil dini hari
kemarin. Bukankah dunia serba berkostum kuning dengan motif fans berat
tim nasional Brazil sebagai tuan rumah piala dunia..? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut penulis tidak perlu melakukannya. Silahkan simpulkan
sendiri. Intinya adalah moment Piala dunia yang dipolitisasi memiliki
plesetan politik yang luar biasa.
Selanjutnya yang tidak kalah penting untuk disimak bersama adalah moment
bulan suci ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi. Awal bulan suci
ramadhan diperkirakan pada tanggal 29 Juni 2014. Interval waktu
dengan pelaksanaan pemilu 2014 sekitar 10 hari. Di moment yang berbeda
ini ada kekhawatiran yang mendalam pula akan terjadi modus operandi yang
sama untuk “mempolitisasi bulan puasa”. Mengingat dalam
kontestasi politik Indonesia tidak terlepas dari koalisi dari partai
yang berlatar belakang Islam. Dua kubu Capres dan Cawapres kali inipun
tidak terlepas dari koalisi partai-partai Islam. Seperti marak
diwacanakan di sosial media tentang koalisi gemuk versus ramping,
setidaknya pasangan nomor urut 1 “Koalisi Merah Putih”
diusung oleh partai GERINDRA, PAN, PPP, GOLKAR dan PBB. Sedangkan nomor
urut 2 diusung oleh partai koalisi PDIP,NASDEM,PKB dan HANURA. Nampak
jelas kiranya Partai-partai Islam yang turut mewarnai arena Pemilu
raya. Jadi, tidak berlebihan jika Indikasi “Politisasi Agama”
akan terjadi pula. Modusnya menurut penulis bisa saja melalui ajang
buka bersama, moment-moment ceramah ketika hendak melakukan sholat
taraweh dan berbagai acara ritual keagama lainnya.
Wallahualam Bissahwab…!!!
***Coretan galau ditengan kesibukan menyusun skripsi***