Setelah tuntas menulis Bagian I dan II tentang Menyongsong Kegagalan
Peringatan “Dua Abad Tambora Menyapa Dunia” 2015, kini sebagai bagian
akhir saya mencoba menelisik hal apa saja yang (mungkin) bisa menjadi
masukan bagi kita semua, baik Pemerintah itu sendiri maupun kita sebagai
Masyarakat Dana Mbojo (Bima dan Dompu). Pada bagian I, saya sudah
mengupas sejarah letusan Tambora, dampaknya serta kedahsyatannya.
Sedangkan pada Bagian II, saya mencoba mengupas lemahnya semangat
pemerintah daerah dalam menyongsong Dua Abad Tambora ini.
Seperti
yang saya jelaskan sebelumnya, Dua Abad Tambora atau dikenal TAMADUN
(Tambora Menyapa Dunia) yang dicetus oleh Mantan Wakil Gubernur NTB
sebelum ini, Ir. H. Badrul Munir, MM. Kemudian dikenal dengan singkatan
TMD (Tambora Menyapa Dunia) baru-baru ini. Cetusan BM (Badrul Munir) ini
pada tahun 2012 hingga 2013 yang lalu merupakan sesuatu yang membahana.
Disampaikan dimana-mana, disemangati kemana-mana.
Belakangan,
Semangat dan Sosialisasinya seakan semakin lemah dengan adanya berbagai
kebijakan pusat serta tergantinya beberapa Kepala Satuan Kerja baik
ditingkat Propinsi hingga Kabupaten dan Kota. Hal inilah yang membuat
TAMADUN ini semakin kehilangan arah atau kerap dikatakan oleh
Pencetusnya sebagai Event TAMADUN yang salah kaprah. Ada semacam
kerancuan tujuan dalam pelaksanaannya, yang seharusnya sudah mulai
dilaksanakan sejak tahun 2013 yang lalu sebagai sebuah rangkaian panjang
dan puncaknya dilangsungkan pada 11 April 2015 sebagai titik puncak
Peringatan ini. lihat saja Baligho yang ada diperbatasan Kota Bima dan
Kab Bima ini, Tepatnya didepan Kediaman Bupati Bima di Niu. Letaknya aja
rata dengan tanah, Apa pendapat anda…?
“Akibat politik, kita melupakan Potensi”, kalimat inilah yang menurut
saya menjadi salah satu pemicu ‘salah kaprahnya’ pelaksanaan Tambora
menyapa Dunia saat ini. Bagaimana tidak, ketika TAMADUN digaung-gaungkan
pada akhir tahun 2013 yang lalu, beberapa Pilkada (pemilihan Kepala
daerah) menghadang beberapa Kabupaten di NTB termasuk Kota Bima dan
Pilkada Propinsi NTB. TAMADUN saat itu, menjadi ‘jualan’ tersendiri,
jika kita mau mengamati dengan baik. Sehingga, nuansa politis menjadi
lebih dominan ketika kita bicara tentang TAMADUN.
Masuk
tahun 2014, Pilcaleg (Pemilihan Calon Legislatif) menjelang. TAMADUN pun
mulai redup sedikit demi sedikit. Kini ditahun 2015, Kabupaten Dompu
dan Kabupaten Bima sebagai Pusat wilayah kegiatan TAMADUN akan
menghadapi Pilkada langsung yang direncanakan pada September yang akan
datang. Sehingga kita tak serius menyongsong TAMADUN ini dengan Ikhlas
dan semangat membangun yang lebih baik. ‘aroma-aroma’ pencitraan politik
menjelang September 2015 ini mulai terasa saat ini, lebih-lebih nanti
pada puncak kegiatan. Semestinya, hal ini picik untuk dikedepankan dalam
mendorong kesuksesan TAMADUN itu sendiri. Namun, apa boleh dikata,
TAMADUN adalah Program Pemerintah Propinsi dan daerah, sehingga apapun
itu, Birokratlah yang ‘berhajat’ akhirnya.
Namun, sebagai
warga Dana Mbojo yang tentu akan ikut menanggung malu sebagai akibat
kegagalan yang lebih parah tidak harus berdiam diri dan berpangku
tangan. Banyak gagasan dan ide bila ingin ikut berkontribusi sekaligus
mendapatkan manfaat dari Moment Dua Abad Tambora ini. selain kita bisa
ikut terlibat aktif dalam kegiatannya, kita juga membantu warga luar
daerah yang berminat ikut dalam kegiatan puncak Dua Tambora. Saya
mengajak sekaligus menghimbau Pemerintah yang bijak (konon katanya),
bila ingin kegiatan ini sukses, gandenglah berbagai komponen masyarakat
yang memang memiliki kemampuan meng-handel kegiatan atau bisa dikatakan
berpengalaman membuat kegiatan (EO – Event Organizer).
Pemerintah
harus terbuka dalam menyelenggarakan kegiatan ini, pemerintah mesti
jujur bahwa ada keinginan yang besar untuk kesuksesan kegiatan, namun
SDM (Sumber Daya Manusia) dan Sumber Daya Anggaran minim. Tentu jika
pemerintah mau terbuka dan jujur, masayrakat akan sangat berbesar hati
ikut membantu beban yang berat dipikul (konon) oleh pemerintah dalam
penyelenggaraan event dengan skala Internasional ini.
Salah
satu cara adalah, Ajak kelompok masyarakat yang dimaksud diatas untuk
menawarkan Berbagai ‘Paket’ kepada para Tamu atau warga di Luar NTB dan
diluar Negeri yang berminat ke Tambora. Pasang Tarif 1-2 juta rupiah
dengan berbagai Fasilitas yang bisa ditawarkan semacam Homestay,
Souvenir, Konsumsi atau Logistik selama di Tambora, Transportasi Lokal,
Transportasi Penjemputan dan lainnya. Dengan demikian, para tamu atau
peminat Traveling yang ingin ke Tambora tidak akan kebingungan untuk
menginap, mencari souvenir serta makan selama di Tambora. Dengan biaya
yang disetor kepada Panitia yang menawarkan Paket, para Tamu sudah
terjamin minimal setengah dari kebutuhan yang membuat mereka bingung.
Dan tentang Paket ini, Komunitas BABUJU sedang mengadakannya dan
mempromosikannya dengan peserta yang terbatas sesuai kemampuan BABUJU
melayani.
Disamping itu, Pemerintah harus menjelaskan kepada warga masyarakat
untuk menyiapkan Madu sebagai oleh-oleh untuk para Tamu, Pengunjung,
maupun pelancong. Sebab pada bulan pebuari hingga Mei, tidak ada
pencari madu yang masuk ke hutan dikarenakan musim hujan dan licinnya
medan yang akan ditempuh saat mengambil madu. Sehingga pada bulan April
tersebut, tentu madu akan sulit ditemukan. Hal ini bisa menjadi tambahan
penghasilan bagi Warga Masyarakat pencari madu atau penjual Madu.
Namun, pastikan bahwa Madu yang disuguhkan atau ditawarkan adalah Asli. Seberapa
pun harga, orang akan ambil bila itu ASLI. Dan seberapapun murahnya,
jika madu itu Palsu atau 40-60 porsen kadar air, orang tidak akan pernah
mau beli.
Hal lain yang bisa ditawarkan
adalah Wisata Pulau Satonda dan Pulau Moyo, melihat jumlah kapal motor
penyebrangan pulau yang ada di Desa Kananga dan Calabai Tambora, tidak
sebanding dengan jumlah Pengunjung dan pelancong yang ingin ke dua pulau
tersebut. Untuk itu, warga pemilik Perahu penyebrangan yang ada di
Sampungu, Sai, Kiwu, Piong maupun di Kempo harus digandeng oleh
Pemerintah guna memenuhi permintaan penyebrangan pulau. Sebab, selain
Kaldera Tambora, banyak Traveling yang akan ke Tambora penasaran dengan
Danau yang ada di Pulau Satonda dan Pulau Moyo yang konon menjadi lokasi
Honeymoon Pangeran Charles Inggris tersebut. Jika itu bisa dilakukan
oleh pemerintah, maka akan mendongkrak penghasilan para pemilik Perahu
yang menggantungkan nafkah hidup dari perahunya.
Hal lain
yang bisa didorong oleh pemerintah adalah para pekerja Industri Kecil
Menengah (IKM) atau Industri rumahan yang bergerak pada panangan atau
kue-kue khas. Pemerintah setidaknya bisa berdayakan mereka dengan
menginformasikan atau memberikan pelatihan singkat tetang Tekhnik atau
cara mengemas kue-kue yang layak untuk menjadi oleh-oleh para
pengunjung. Atau pemerintah bisa mengadakan beberapa alat pengemasan kue
atau jajanan dan disewakan kepada para IKM atau industry rumahan guna
mengemas atau packaging produk yang mereka buat. Asas manfaat
dan Pemberdayaan kelompok untuk lebih maju bisa didapatkan oleh
Pemerintah maupun warga masyarakat yang memiliki IKM yang dimaksud. Atau
pemerintah bisa saja menfasilitasi stand untuk IKM itu menggelar produk
mereka yang layak sebagai oleh-oleh para pengunjung nanti.
Demikian
pula dengan tenunan khas Mbojo, Kue-kue khas, masakan khas, maupun bila
perlu permainan tradisional Dana Mbojo difasilitasi untuk pembuatannya
dan di branding sebagai bagian dari permainan Rakkyat termasuk Permainan
Rakyat dari tiga kerajaan yang hilang akibat tertimbun oleh letusan
Tambora. Bila pemerintah berniat baik pada moment Dua Abad Tambora ini
sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan Rakyatnya, sebagai Bagian
‘pintu masuk’ pengembangan kreatifitas, sebagai ‘jalan’ menuju
pemberdayaan masyarakat, maka Pemerintah sudah sejak dua bulan lalu
menyiapkannya dan jika memang berniat baik ‘membuang’ uang dari pajak
rakyat untuk kembali kepada Rakyat, maka saatnya lah pemerintah membalas
jasa dengan menfasilitas hal-hal yang dapat menjadi ‘magnet’ bagi
pengunjung pada moment 3 bulan yang akan datang. Masih ada waktu, jika ingin berbuat baik untuk rakyat….!!!!
Sebagai
akhir tulisan ini, saya hanya bisa menghimbau, bahwa pada moment inilah
Warga Dana Mbojo membuktikan pada dunia dan seantero Nusantara, bahwa
Warga Dana Mbojo adalah warga masyarakat yang sangat siap menghadapi Era
ASEAN Community atau dikenal dengan Masyarakat Ekonomi (MEA) ASEAN.
Dimana, tahun 2015, kompetisi menjadi ‘kata kunci’ untuk meraih
Kesuksesan. Melalui Moment TAMADUN Pemerintah daerah Propinsi NTB maupun
Pemerintah Kab Bima dan Dompu pada khususnya, mengambil Hikmah, bahwa
untuk maju, berkembang serta maju itu, tidak bisa jalan sendiri. Mental kita cenderung ingin menjadi yang terdepan tapi tidak siap untuk berubah…..!!!! Picik, Namanya…..!!
===========
Kota Bima, Menjelang Jenuh, 5 Januari 2015.