Jumat, 24 Oktober 2014

PENYUSUNAN KABINET TRI SAKTI, UJIAN ATAS INTEGRITAS PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

                                 Oleh : Alif Babuju


        Bangsa Indonesia melalui Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia(MPR RI) telah menobatkan Ir. H. Joko Widodo dan Drs. H. Muhammad Yusuf Kala sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia ke-7 pada tanggal  20 Oktober 2014 lalu. Meski telah dilantik, pasangan Jokowi-JK tidak langsung menjalankan roda pemerintahan, karena masih disibukkan dengan penyusunan kabinet yang akan menjadi ahli bagi Jokowi-JK dalam menakhodai bangsa ini lima tahun kedepan. 

               Ada hal baru dari presiden kita yang baru ini. Dimana dalam penyusunan Kabinetnya yang dikenal dengan kabinet Tri Sakti, ia melibatkan beberapa lembaga negara seperti, Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).  Menurut penulis, sikap Presiden Jokowi tersebut merupakan  sikap kekuasaan yang bijaksana.  Penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Namun, Jokowi tidak melakukan tindakan berdasarkan logika kekuasaan. Presiden Jokowi justru mengambil sikap yang tidak lazim dilakukan oleh presiden-presiden terdahulu.  Langkah Jokowi ini telah menegasikan kekuasaan kemudian melibatkan KPK dan PPATK untuk membantunya melakukan filterisasi terhadap siapa saja yang akan masuk dalam susunan kabinet Tri Sakti.
 Keterlibatan KPK dan PPATK dalam hal ini merupakan instrumen untuk menyaring para calon menteri sebagai upaya pembuktian integritas. Orang-orang yang terjerat kasus korupsi  yang diberi label “merah dan kuning”  oleh KPK misalnya, dapat dipastikan tidak akan masuk dalam susunan kabinet Jokowi-JK.  Sikap presiden Jokowi telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa ini agar lebih mengutamakan integritas daripada kepentingan dalam menentukan para pemimpin bangsa Indonesia kedepan. Langkah yang ditempuh presiden baru itu tentunya mendapat respon publik. Lazimnya setiap pemimpin tentunya segala bentuk kebijakan yang diambil akan menuai pro-kontra. 
Mengamati laju perjalanan demokrasi Indonesia baru-baru ini, banyak sekali melahirkan perubahan. Salah satu perubahan yang juga turut memberikan pelajaran terhadap bangsa ini adalah ketika dalam kontestasi Pemilu lalu, PDI Perjuangan mengusung Jokowi yang bukan ketua umum partai sebagai calon presiden. Publik mulai berasumsi dengan dalih Jokowi boneka Megawati. Sebab, lazimnya yang menjadi presiden selama ini harus orang nomor satu pada partai politik tertentu. Dengan dilibatkannya KPK dan PPATK oleh Jokowi dalam penyusunan kabinet tentunya ini bukan saja untuk mempertimbangkan integritas para calon kabinet. Tetapi, semuanya juga akan terlibat untuk saling menguji. Intgritas Jokowi juga akan diuji. Hal ini akan menjawab asumsi publik tentang Jokowi Boneka Megawati. Anggapan bahwa Jokowi adalah titipan PDI Perjuangan yang mudah disetir oleh Megawati akan terkikis. Integritas KPK dan PPATK juga akan diuji sejauhmana mereka mampu memfilter dengan serius para calon menteri dimaksud. Revolusi mentalitas birokrasi setidaknya dapat diwujudkan melalui langkah tersebut. Ini merupakan ujian yang tentunya memiliki konsekuensi, jika seandainya mereka yang lolos seleksi untuk mengisi kabinet Tri Sakti terbukti memiliki kasus dikemudian hari.

Penulis sangat berkeyakinan ketika orang-orang yang memiliki integritas yang tinggi serta mampu dipertanggung jawabkan dihadapkan rakyat menjadi pemimpin bangsa ini, akan terwujud pemerintahan yang bersih. Konsep Jokowi membangun Indonesia yang lebih maju dengan nada dasar “Revolusi Mental” akan benar-benar terwujud. Dan melalui inilah Jokowi membuktikan bahwa kepemimpinannya terlepas dari kendali partai. Wallahualam….!

 @Kiblat _Kamar Kost, 25 Oktober 20014
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik & Saran konstruktif Pembaca sangat Kami harapkan