Oleh : Alif Milla Ate

Kefatalan dalam penyelenggaraan pendidikan Tinggi oleh Lembaga STKIP Hamzanwadi selong menempatkan kemegahan dan perkembangan kampus Biru tersebut menjadi tidak professional dan produktif dalam pelaksanaanya. Manejemen Perguruan Tinggi yang kebablasan menjadikan kampus STKIP Hamzanwadi sebagai lahan empuk kapitalisme pendidikan. Sistim yang berkonspirasi dengan rapi semakin memperkuat keberadaan kampus tersebut menjadi lahan industri dan komersialisasi yang sangat kondusif. Hal ini jelas sangat nampak pada beberapa sisi kebijakan kampus yang sangat merugikan Mahasiswa. Mulai dari pengelolaan keuangannya yang tidak efisien, efektif dan akuntabel, yang berorientasi pada hasil yang profesional, proporsional, serta transparansi dalam pengelolaannya, membebani sanksi denda pada Mahasiswa yang terlambat melakukan registrasi, serta masih banyak lagi pungutan-pungutan liar yang tidak disiplin dan cacat secara administrasi. Selain itu, sarana dan prasarana kampus yang tidak memadai seperti, perpustakaan kampus yang hanya dipenuhi dengan skripi-skripsi para Alumni, ruang-ruang leb yang tidak merata pada masing-masing program Studi, serta berbagai sarana-dan prasarana lainya yang menunjang trasformatif akademik yang belum terwujud. Hingga pada persoalan terkecil sekalipun seperti toilet/WC banyak yang tidak dihiraukan dan difungsikan.
Untuk menjaga kelancaran dan keamanan sistim yang tengah ditegakkan dalam perguruan tinggi tersebut, lembaga STKIP Hamzanwadi menerapkan kebijakan untuk mengekang mimbar bebas akademik. Bagi para Mahasiswa yang di anggap membangkang terhadap sistim yang menindas di intimidasi dan di ancam dengan alasan Drop Out(DO). Mahasiswa yang kritis terancam rendah nilai mata kuliah oleh dosen-dosen mereka.Selain itu banyak modus-modus ancaman lainya yang diterapkan untuk melindungi konspirasi tersebut.
Demikianlah kondisi STKIP Hamzanwadi Selong yang bisa penulis deskripsikan. Banyak indikasi penindasan dan pemerasan mahasiswa yang menguntungkan oknum-oknum Lembaga STKIP Hamzanwadi yang tidak bisa terungkap karena kendala sistim. Sebagai Mahasiswa tidak semestinya terlena dan terus diam dalam menikmati persoalan tersebut. Butuh rekonstruksi paradigma berfikir untuk merubah sistim di kampus kita yang tercinta ini tanpa harus terdogmatis dengan berbagai modus ancaman yang otoriter dan tidak manusiawi dari Lembaga. Meski dalam mendukung sistim lembaga ada dari sebagian mahasiswa yang turut berkonspirasi dengan sistim sebagai penghianat untuk mempecundangi sesama. Tanpa disadari meski menguntungkan bagi mereka(Mahasiswa) yang berkhianat atau bisa dikatakan bagian dari sitim bahwa kesuksesan mereka dalam mendukung sistim tersebut merupakan hasil dari keringat dan jerih payah kita dan orang tua kita yang tengah mereka tindas. Kalau boleh penulis simpulkan bahwa masalah kita bersama adalah menyingkirkan para penghianat(komporador) di antara kalangan Mahasiswa lalu kemudian bersama-sama menjalin persatuan dan kesatuan untuk melakukan perubahan. Meski banyak konsekuensi yang kita hadapi namun pastikanlah bahwa gerakan yang dibangun atas dasar kebenaran walaupun pahit adalah sebuah amanah yang mulia.
Hal lain yang sangat menampakkan kebobrokan dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah dimana Kampus dijadikan lahan kepentingan politik oknum-oknum pemilik STKIP Hamzanwadi. Wabah Perpolitikan praktis yang tidak semestinya terjangkit dalam Perguruan Tinggi, dengan mudah masuk secara terbuka dan legowo dalam mempecundangi generasi di kampus STKIP Hamzanwadi. Merupakan kefatalan jika kampus di jadikan basis politik atau terindikasi sebagai lahan politik yang di garap oleh aktor – aktor suatu partai politik. otonomi Pergruan Tinggi akan jelas tercoreng di mata publik. Begitupun juga dengan identitas Mahasiswa akan turut terseret dalam polemik yang meruntuhkan nilai idealisme. Kampus merupakan rahim budaya intelektual sebagai lahan produksi basis transformasi sosial. Sebagai ruang komunitas intelektual yang kerap kali melahirkan dan menciptakan generasi pencerah dan cendekiawan untuk menunjang perubahan sosial. kampus juga merupakan sebuah wilayah steril yang anti dari berbagi macam simbolitas sebagai manifestasi dari otonomi Perguruan Tinggi. Sehingga Mahasiswa sebagai masyarakat menengah yang di tuntut menjunjung tinggi rasionalitas, kritis, sistemik, analisis dan obyektif serta berwawasan luas dapat belajar dengan bebas tanpa sebuah doktrin dan alasan dependensi atau keterikatan emosional dalam bentuk apapun. Mahasiswa yang bebas merdeka dan berada pada posisi penetrasi atau masyarakat menengah ( middle class ) yang beroposisi dengan kaum proletar ( low class ) dan senantiasa mengontrol kebijakan pemerintah ( high class ) harus mempertahankan eksistensinya yang independen. Agar dengan bebas megontrol dan merubah realitas sosial yang bersenjangan dengan ideologi kemahasiswaan ( idealisme ).
Dalam hal ini Mahasiswa seakan kehilangan taring untuk mempertahankan dan membela identitasnya. Sebab kecenderungan yang nampak adalah banyak diantara kalangan Mahasiswa menjual idealismenya untuk turut serta bereforia dalam pesta politik praktis tersebut. Salah satu bukti keterlibatan oknum Mahasiswa dalam pesta kepentingan politik tersebut adalah moment seminar nasional dalam rangka memperingati HARPENAS pada tgl 13 mei 2012 0leh Badan Eksekutif Mahasiswa STKIP HAMZANWADI Selong, teridikasi di jadikan moment untuk menyuarakan antek – antek hubungan emosional dengan partai politik tersebut. Sebab bertepatan dengan hari itu bendera Partai Demokrat berkibar di kampus tersebut. Hal ini melahirkan berbagai indikasi saat atribut – atribut partai Demokrat dengan leluasa berkeliaran di wilayah kampus. Berbagai polemik lahir dari pada kalangan intelektual dan cendekiawan yang mengindikasikan Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM ) STKIP HAMZANWADI-SELONG terkesan mendukung dan di dukung di antara pesta pembenahan diri mahasiswa dan teater politik praktis.
Meminjam salah satu kritikan untk Mahasiswa yang demikian dalam buku Melawan Bandit – Bandit Intelektual yang di tulis oleh Drs. Abdul wahid DKK menulis :
“ Dewasa ini ada kecenderungan kuat di kalangan teman – teman mahasiswa sedang mengidap penyakit deskralisasi moral perjuangan. Perjuangan tidak lagi atau kurang di tempatkan dalam ranah aktual sebagai jalan menuju pembaharuan dan pencerahan. Moral perjuangan seperti benar – benar sedang dikalahkan kekuatan besar, terbukti apa yang tampil ke permukaan sebagai produk gerakan yang terorganisir ternyata belum tampak .
Mereka barangkali disibukkan oleh berbagai model perubahan gaya pertemanan, jaringan organisasi kedaerahan hingga ke revolusi gaya hidup yang tidak sepenuhnya menempatkan agenda reformasi sebagai tugas suci dan fundamentalnya. Mereka sedang larut dalam budaya dan pergulatan politik yang menurut penilaiannya lebih memastikan, memuaskan dan menyenangkan. ”
Perguruan tinggi sebagai sumber kader intelektual, haruslah dengan tegas melirik dan menyikapi persoalan tersebut. lembaga STKIP HAMZANWADI sebagai panutan dalam meciptakan generasi yang menjunjung tinggi moralitas bangsa serta melanjutkan tujuan reformasi tidak seharusnya turut bereforia dengan hal ini. Untuk mewujudkan tujuan Tri Dharma Pendidikan Tinggi di butuhkan upaya perbaikan konsep dalam tubuh Lembaga Pengelola STKIP Hamzanwadi. Mahasiswa tidak seharusnya terbungkam dengan sistim yang kemudian meruntuhkan identitas kemahasiswaan itu sendiri. Demikian juga dengan aktor – aktor partai demokrat mestinya harus pandai menempatkan diri sebagai partai politik tanpa seharusnya mempecundangi generasi. Apalagi, dalam salah satu konsiderasi Undang – undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang partai politik di sebutkan, bahwah partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran.
Marilah melangkah pada koridor kebenaran masing - masing dengan pandai menempatkan sesuatu pada tempatnya tanpa harus saling mengelabui. Jangan jadikan kebiasaan itu benar tapi jadikan kebenaran sebagai sebuah kebiasaan. Semoga STKIP HAMZANWADI Selong menjadi perguruan Tinggi yang pandai menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Penulis adalah Mahasiswa STKIP Hamzanwadi